Knalpot Bising Menggila, Polinggona Jadi Arena Teror Malam, Dari Wolulu hingga Wolonggere, Aparat Diminta Jangan Tutup Mata

KOLAKA SULTRA-Viralnews84.com Kecamatan Polinggona kolaka selatan, Sulawesi Tenggara, kini bukan lagi tempat beristirahat yang layak bagi warganya. Setiap malam, dari Wolulu, Desa Wolonggere, hingga Kelurahan, suara knalpot bising meraung-raung tanpa kendali, seolah hukum dan empati tak lagi berlaku.


Perlu ditegaskan, kecamatan Polinggona bukan kota metropolitan. Bukan kawasan hiburan malam, bukan lintasan balap, dan bukan arena pamer kebisingan. Polinggona adalah wilayah masyarakat pekerja, petani, buruh, nelayan, dan warga kecil yang butuh istirahat untuk melepas lelah setelah bekerja seharian.


Namun realitanya, saat bayi membutuhkan tidur, orang tua menahan sakit, dan warga mencoba memulihkan tenaga, segelintir pengendara justru menjadikan jalanan sebagai panggung pamer knalpot brong khusus nya di malam minggu.


Gas diputar seenaknya, suara diledakkan tanpa rasa bersalah. Ini bukan sekadar bising, ini teror malam yang merampas hak dasar masyarakat untuk hidup tenang.


Warga menilai kondisi ini sudah melewati batas toleransi. Aktivitas kebisingan berlangsung berulang, terutama pada jam tidur malam, seakan-akan Polinggona adalah kota besar yang tidak pernah tidur, Padahal kenyataannya, masyarakat di sini menggantungkan hidup pada tenaga dan kesehatan, yang justru dirusak oleh kebisingan tak bermoral.


Ironisnya, aturan hukum sangat jelas, Pasal 285 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, termasuk knalpot tidak standar, adalah pelanggaran.


Pelanggar terancam pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda maksimal Rp250.000. Pasal 106 ayat (3) mewajibkan setiap pengendara memenuhi persyaratan teknis kendaraan.


Diperkuat Permen LHK Nomor 56 Tahun 2019 tentang ambang batas kebisingan kendaraan bermotor.



Dengan dasar hukum yang terang-benderang ini, masyarakat secara tegas meminta Polsek Watubangga untuk bertindak nyata, tegas, dan konsisten, bukan sekadar imbauan atau razia sesaat.


“Ini bukan soal gaya atau hobi. Ini soal kemanusiaan. Kami butuh tidur untuk bisa bekerja lagi besok,” tegas seorang warga.


Masyarakat menegaskan, mereka tidak menuntut kemewahan, hanya ketenangan di malam hari. Jika kebisingan ini terus dibiarkan, maka itu sama saja dengan membiarkan penderitaan masyarakat kecil berlangsung setiap malam.


Kecamatan Polinggona bukan kota metropolitan.

Kecamatan Polinggona bukan sirkuit balap.

Kecamatan Polinggona adalah rumah warga yang butuh istirahat.


Kini masyarakat menunggu satu hal, penegakan hukum yang adil, bukan pembiaran.




Penulis: Masryadi haya/Red