KUNINGAN – Viralnews84.com Minggu 14 Desember 2025.Pengelolaan sampah di Desa Kaduagung, Kecamatan Karangkancana, menuai sorotan tajam dari sejumlah warga.
Pasalnya, meski pemerintah desa memungut iuran kebersihan sebesar Rp10.000 per rumah, sampah yang dikumpulkan justru berakhir dibakar secara terbuka di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Praktik tersebut dinilai tidak sejalan dengan prinsip pengelolaan sampah yang ramah lingkungan serta berpotensi melanggar aturan perundang-undangan.
Sejumlah warga mengaku keberatan dengan sistem pengelolaan tersebut. Menurut mereka, iuran yang dipungut setiap bulan seharusnya dibarengi dengan layanan pengelolaan sampah yang layak, aman, dan sesuai standar lingkungan.
“Kalau kami sudah bayar iuran, harapannya sampah diangkut dan dikelola dengan benar, bukan malah dibakar. Asapnya ke mana-mana dan baunya menyengat,” ujar salah seorang warga Desa Kaduagung yang meminta namanya tidak dipublikasikan.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, sampah rumah tangga dari warga terlebih dahulu dikumpulkan, lalu dibawa ke TPA. Namun, alih-alih diproses dengan sistem pengelolaan akhir seperti penimbunan terkontrol (controlled landfill) atau metode lain yang sesuai ketentuan, sebagian sampah justru dibakar secara terbuka.
Praktik pembakaran terbuka di TPA ini memicu kekhawatiran warga, terutama terkait dampak kesehatan dan lingkungan. Asap hasil pembakaran dikhawatirkan mengandung zat berbahaya yang dapat mengganggu pernapasan serta mencemari udara.
Secara regulasi, pembakaran sampah terbuka, baik di TPS maupun TPA, tidak dibenarkan. Hal ini melanggar Pasal 29 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang secara tegas menyatakan: “Setiap orang dilarang membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.”
Pembakaran hanya diperbolehkan jika menggunakan teknologi khusus, seperti insinerator, yang dilengkapi izin lingkungan serta pengendalian emisi. Tanpa itu, praktik pembakaran dinilai menyalahi ketentuan hukum.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur bahwa setiap kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran udara dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.
Selain persoalan lingkungan, warga juga mempertanyakan transparansi pengelolaan iuran sampah yang dipungut oleh pemerintah desa. Hingga kini, belum semua warga mengetahui dasar hukum penarikan iuran, peruntukan dana, serta laporan pertanggungjawabannya.
“Setahu kami hanya diminta bayar tiap bulan. Tapi uangnya dipakai untuk apa saja dan bagaimana pengelolaannya, kami tidk tau,” ungkap warga lainnya.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, setiap pengelolaan keuangan desa, termasuk iuran masyarakat, wajib dilakukan secara transparan, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Guna memperoleh informasi yang berimbang, awak media telah berupaya melakukan konfirmasi kepada Kuwu Desa Kaduagung melalui pesan singkat WhatsApp. Namun hingga berita ini disusun, pesan konfirmasi tersebut belum mendapatkan balasan dan masih berstatus centang satu.
Media tetap membuka ruang klarifikasi dan hak jawab bagi pemerintah desa untuk memberikan penjelasan resmi terkait dasar penarikan iuran sampah serta sistem pengelolaan yang diterapkan.
Warga berharap pemerintah desa bersama instansi terkait, khususnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH), segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan sampah di Desa Kaduagung. Mereka meminta agar sistem pengelolaan mengacu pada prinsip Reduce, Reuse, Recycle (3R) sebagaimana diamanatkan undang-undang.
“Kalau memang belum mampu mengelola dengan baik, seharusnya dicarikan solusi, bukan jalan pintas dengan membakar,” tambah seorang warga.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa persoalan sampah bukan semata urusan kebersihan, melainkan menyangkut kesehatan publik, kelestarian lingkungan, serta tata kelola pemerintahan desa yang baik dan bertanggung jawab.
Sumber: M.ismail
